TAFSIR AN-NUR
KARYA PROF. DR. HASBI ASH-SHIDDIEQY
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Studi Al-Qur’an
Dosen Pengampu : Prof. DR. Muchoyyar HS.
O l e h :
Ibnu Zain El-Qondaliy
1060722020
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
TAHUN 2008
TAFSIR AN-NUR
KARYA PROF. DR. HASBI ASH-SHIDDIEQY
BIOGRAFI HASBI ASH-SHIDDIEQY
Hasbi Ash-Shiddieqy mempunyai nama lengkap Hasbi bin H. Muhammad Husain bin Muhammad Mas’ud bin Abdul Rahman Al Shiddiqy. Beliau dilahirkan pada 10 Maret 1904 (bulan Jumadilakhir tahun 1321 H), di Lokh Sumawe Banda Aceh. Gelar Al-Shiddiqy adalah nisbah dari silsilah keturunan ketiga puluh tujuh beliau dari Shahabat Abu Bakar - Ash-Shiddiqy. Sementara sebutan Tengku adalah gelar ke-ulamaan di Aceh, sebagai-mana layaknya sebutan kyai di Jawa. Orangtua Hasbi Ash-Shiddieqy bernama Muhammad Husain Ibn Muhammad Mas’udtermasuk keluarga Tengku di Aceh Utara.
Sebagai anak seorang Tengku, beliau mendapat pendidikan dari orangtuanya, beliau usia 8 tahun dikirim ke sebuah pondok pesantren di Aceh. Pada usia 22 tahun (1926) beliau berangkat ke Surabaya untuk memperdalam Bahasa, hukum Islam dan menambah wawasan daya fikirnya. Sekembali dari Surabaya, beliau mengajar di Madrasah Al-Irsyad cabang Lokh Sumawe dan pada tahun 1928 diangkat menjadi Direktur di madrasah tersebut. Tahun 1929 beliau juga memimpin sebuah Madrasah Al-Huda di Kruang Mane dan tahun 1933 menjadi guru agama di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Muhammadiyah di Kotaraja Banda Aceh.
Pada Jaman Jepang Hasbi Ash-Shiddieqy diangkat menjadi hakim pada pengadilan Agama (PA) di Aceh dan setelah kemerdekaan RI beliau mengajar pada Ma’had Iskandar Muda di Kabupaten Aceh Besar. Ketika di Yogyakarta berdiri Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) tahun 1951, maka oleh KH. Wahid Hasyim (Menteri Agama waktu itu), beliau diminta pindah ke PTAIN. Karena karir yang terus menanjak, maka pada tahun 1957, beliau diminta diangkat menjadi Direktur Persiapan PTAIN, selanjutnya diangkat mnjadi Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1960 – 1972. Bersamaa waktu tersebut pada tahun 1962 sampai 1966, beliau merangkap sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan.
Hasbi Ash-Shiddieqy memperoleh gelar Doktor Honoris Causa tanggal 22 Maret 1975 dari Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan satu lagi dari IAIN Sunankalijaga pada tanggal 29 Oktober 1974, yang didasari karena lima jasa yang dimiliki oleh beliau, yakni :
Pembinaan IAIN;
Perkembangan Ilmu agama Islam;
Jasa-jasa beliau kepada masyarakat;
Pokok-pokok pemikiran beliau tentang cita-cita hokum Islam, dan:
Pendapat-pendapatbeliau tentang beberapa masalah hokum.
Sementara gelar Professor dalam bidang ilmu Hadits beliau peroleh tahun 1962 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. B.IV.I/37-92 tanggal 30 Juli 1962 dan dikukuhkan dengan Keputusan Presidn RI No. 71/M-1 tanggal 22 Mei 1963. Beliau wafat pada tanggal 18 Desember 1975.
II. KARYA-KARYA HASBI ASH-SHIDDIEQY
Hasbi Ash-Shiddieqy adalah seorang alim yang sangat produktif dan banyak menulis. Semasa hidupnya beliau telah menulis 72 buku dan 50 artikel yang terdiri dari berbagai bidang ilmu agama yang meliputi bidang Tafsir, Hadits, Fiqih, Tauhid dan Filsafat. Beberapa diantaranya adalah :
Buklet “ Penoetoep Moeloet” (karya pertama pada awal tahun 1930-an)
Buku Al-Islam, setebal 1404 pagina dalam dua jilid (1951)
Buku Pedoman Shalat, setebal 590 pagina, yang dicetak ulang sebanyak 15 kali oleh dua percetakan bebeda (1984)
Tafsir an-Nur, sebanyak 30 jilid (1961)
Buku Mutiara Hadits, sebanyak 8 jilid (1968)
Buku Koleksi Hadits Hukum, sebanyak 11 jilid, baru terbit 6 jilid (1971)
Disamping menulis buku, baik yang berjilid banyak maupun yang berjilid tunggal, beliau juga menulis banyak artikel pada media massa. Awalnya beliau menulis artikel pada “Soeara Atjeh” (menjabat sebagai wakil redaktur Tahun 1933), kemudian menulis artikel pada majalah “al-Ahkam” (sekaligus menjabat sebagai Pimpinan, tahun 1937). Kemudian menjadi penulis tetap di majalah Pedoman Islam di Medan pada dua rubrik, yakni rubrik “Ilmoe Moeshthalah Ahli Hadiets” yang sejak nomor kedelapan berganti judul “Sejarah Hadits-hadits Tasjri”, dengan nama samaran Abnoel Hoesein dan rubtik “Dewan Tafsir” dengan nama samaran Aboe Zoeharah. Tahun 1940, beliau juga menulis untuk majalah Panji Islam di Medan dan Aliran Moeda (Lasjkar Islam) di Bandung.
Sementara semenjak tinggal di Yogyakarta pada tahun 1951, beliau juga aktif artikel yang dimuat dalam majalah-majalah dan harian, antara lain : Hikmah, Panji Masyarakat, Suara Muhammadiyah, Aldjami’ah dan Sinar Darussalam.
III. METODE PENAFSIRAN
Berbagai metode penafsiran Al-Qur’an berkembang, mulai tafsir yang penaf-sirannya didasarkan atas sumber ijtihad, pendapat para Ulama, dan berbagai teori pengetahuan yang teori semacam ini dikenal dengan metode bil Ro’yi atau bin Ma’qul. Disamping itu juga ada Mufassir yang memadukan dua bentuk metode diatas, yaitu dengan cara mula-mula mencari sumber penafsiran Al-Qur’an, Al-Hadits maupun dari sahabat tabi’in, yang kalo itu tidak ada atau mungkin untuk memperjelas, maka kemudian didasarkan pada Ijtihad. Metode semacam ini juga dipergunakan oleh mufassir pada abad modern yang ditulis pasca kebangkitan umat Islam, seperti metode yang dipakai Prof. DR. Hamka (Indonesia).
Untuk menentukan metode apa yang di gunakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy, harus diketahui dulu motivasi dan sumber-sumber dalam penafsiran An-Nur. Pada kata pengantar Tafsir An-Nur, beliau mengatakan :
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir in dengan saya namai “An-Nur.
Melihat ungkapan diatas, terlihat bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan mudah dipahami. Sumber yang beliau gunakan dalam menyusun tafsir An-Nur adalah :
Ayat - ayat Al-Qur’an;
Hadits-hadits Nabi yang sahih;
Riwayat-riwayat Shahabat dan Tabi’in;
Teori-teori ilmu pengetahuan dan praktek-praktek penerapannya;
Pendapat Mufassir terdahulu yang terhimpun dalam kitab-kitab tafsir Mu’tabar.
Berdasarkan sumber-sumber yang dipakai, maka dapat diketahui bahwa metode yang dipakai oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menyusun tafisir An-Nur adalah metode campuran antara metode bil Ro’yi atau bin Ma’qul. Hal ini juga beliau kemukakan bahwa, dalam menyusun tafsir ini berpedoman pada tafsir induk, baik kitab tafsir bil Matsur maupun kitab tafsir bin Ma’qul.
IV. CONTOH PENAFSIRAN
Pendekatan yang di lakukan Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah berpedoman pada Shahibul manqul wa Shohibul ma’qul, yakni berpedoman kepada riwayat yang sahih dan pertimbangan penalaran yang sehat dengan pendekatan Tahlili.
Hal ini bisa dilihat ketika beliau menafsirkan ayat 30 surat al-Baqarah :
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Didalam menafsirkan ayat diatas, beliau berusaha menjelaskan dan sekaligus mengaitkan dengan :
Surat al-An’am ayat 165;
Artinya : Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Surat an-Naml ayat 62;
Artinya : Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).
Surat at- Tahrim ayat 6
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menyusun tafsir An-Nur menggunakan sistematika sebagai berikut :
Penyebutan ayat menurut kitab mushaf;
Penerjemahan ayat kedalam Bahasa Indonesia;
Penafsiran ayat yan ditafsirkan dan mengambil intisarinya;
Penjelasan ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat yang ditafsirkan;
Keterangan sebab-sebab turun ayat jika ada yang shahih.
Sementara jika diperhatikan sistematika yang tergantung dalam kita tafsir An-Nur, terdiri dari 4 (empat) tahap pembahasan, yakni :
Penyebutkan ayat secara tartib mushaf tanpa diberi judul;
terjemahan ayat kedalam Bahasa Indonesia dengan diberi judul “Terjemahan”;
Penafsiran masing-masing ayat dengan didukung oleh ayat yang lain, hadits, riwayat Shahabat dan Tabi’in serta penjelasan yang ada kaitannya dengan ayat tersebut dan tahapan ini diberi judul “Tafsirnya”;
Kesimpulan, intisari dari kandungan ayat yang diberi judul “Kesimpulan”.
V. ISTIMBAT (KESIMPULAN)
Tafsir An-Nur karya Hasbi Ash-Shiddieqy tidak mempunyai corak dan orientasi terhadap bidang tertentu, sebab kalau diperhatikan semua tafsirnya tidak memuat bidang ilmu tertentu, seperti bidang Bahasa, hukum, sufi, filsafat dan sebagainya. Hasbi Ash-Shiddieqy membahasnya dengan mengaitkan bidang ilmu pengetahuan secara merata artinya tidak ada penekanan pada bidang tertentu, sebab membahas dengan memfokuskan pada bidang tertentu menurutnya akan membahwa para pembaca keluar dari bidang tafsir.
Namun tidak bisa disangkal, bahwa Hasbi Ash-Shiddieqy adalah tenaga pengajar pada fakultas Syari’ah dan ahli dalam bidang hukum Islam, maka ketika beliau menafsirkan ayat-ayat hukum keliahatan lebih luas, namun tidak berari dia memberi corak dan berorientasi pada tafsir hukum.
Pada kata pengantar kitab tafsir an-Nur beliau menyatakan : “Meninggalkan uraian yang tidak langsung berhubungan dengan tafsir ayat, supaya tidak selalu para pembaca dibawa keluar dari bidang tafsir, baik ke bidang sejarah atau bidang ilmiah yang lain”
Dari ungkapan diatas, Hasbi Ash-Shiddieqy tdak bermaksud tidak akan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan uraian ilmiah yang panjang lebar yang dikhawatirkan keluar dari tujuan ayat-ayat tertentu. Dengan demikian tafsir An-Nur tidak mempunyai corak atau orientasi tertentu, namun bisa dikatakan komplit, artinya meliputi segala bidang.
DAFTAR PUSTAKA
Shiddiqi, Nourouzzaman, Fiqih Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1997
Hasjmy, Ali, Prof. Dr. Dr. Tengku Hasbi Ash-Shididieqi; Pelopor Pembaharuan Pemikiran Islam, Harian Waspada (6,7,8, September 1985)
Jalal, Abdul, Tafsir al-Maraghi dan Tafsir an-Nur. Sebuah Perbandingan, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 1985.
Wahyudi, Yudian (edit), Alumni Fakultas Syariah, Ke Arah Fiqih Indonesia, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar